"Petani adalah Ibu dan Pertanian itu ibu yang melahirkan kehidupan." Ungkapan inilah yang menjadi ide yang mendorong kami melahirkan Taman Tani Lestari Sesawi - LPPS FLORES, sebuah langkah kecil dan sederhana untuk mengajak kaum muda menghargai lagi pertanian sebagai yang karya penting untuk kehidupan yang bermartabat.
Tulisan ini berjudul Bakti Untuk Ibu. Sebuah pemahaman tentang dunia pertanian, petani sebagai Ibu, yang melahirkan, menafkahi, mendidik dan menghidupkan anak-anaknya. Hal ini saya tulis juga dalam blog Gubuk Pastor Tani, tentang Pastoral Pertanian, yang saya kutip lagi di sini.
Latar Belakang : Pastoral Pertanian Gereja
Dunia pertanian, yang bagi masyarakat menyediakan hasil bumi yang dibutuhkan sebagai rezeki sehari-hari, sungguh penting sekali. Kerja bercocok tanam menghadapi kesukaran-kesukaran yang cukup berat, termasuk usaha fisik tiada hentinya dan kadang sungguh melelahkan, lagipula kurang dihargai dari pihak masyarakat, sehingga menyebabkan kaum petani merasa diri tersisihkan dari masyarakat, dan mempercepat kendala perpindahan massal dari daerah pedesaan ke kota-kota dan yang patut disayangkan, menimbulkan kondisi-kondisi hidup yang justru makin kurang manusiawi. Di negeri-negeri tertentu yang sedang berkembang jutaan penduduk terpaksa mengolah tanah milik orang lain, dan dihisap oleh tuan-tuan tanah yang besar, tanpa harapan sama sekali akan mendapat tanah sejengkalpun bagi diri mereka sendiri. Tidak ada bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi kaum buruh petani sendiri dan keluarga mereka bila sudah lanjut usia, sakit atau menganggur. Berhari-hari kerja keras fisik dibayar dengan upah yang sangat menyedihkan. Jadi perlulah menyiarkan dan memajukan martabat kerja, semua kerja tetapi khususnya kerja bercocok tanam. Sebab di situlah manusia dengan begitu jelas mengelola bumi yang diterimanya sebagai karunia Allah dan menegaskan kedaulatannya dalam dunia yang kelihatan (Laboren Exercens art 21).
Dalam dunia pertanian manusia menanam dan menyiram tanaman, namun Allahlah yang memberikan pertumbuhan (1Kor. 3:7). Kehidupan di alam ini bergantung semata-mata pada kemurahan hati Allah. Dalam kemurahan-Nya Ia mengasihi semua orang dan alam semesta adalah bukti kemurahan hati-Nya. Gereja yang dipanggil untuk meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada umat manusia sadar bahwa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran bumi adalah pelaksanaan perintah cintakasih (Bdk. Yohanes 13:34-35). Dalam ensikliknya yang pertama, Redemptor Hominis (Art.15 dan 16) Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan adalah bagian hakiki dari Ajaran Sosial Gereja. Nota Pastoral KWI 2005, SAGKI 2005 dan APP 2008 mendorong seluruh umat dan semua pihak untuk menghadapi masalah lingkungan hidup dengan tindakan nyata. Kepedulian Gereja tidak terbatas pada himbauan dan arahan, tetapi juga dalam tindakan nyata dari Gereja setempat. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kekcemasan para murid Kristus juga” (GS. art.1). Oleh karena itu, kehadiran Gereja ditengah-tengah umat manusia yang menderita ketidakadilan dan ancaman terhadap keutuhan ciptaan menjadi sangat nyata.
Gereja perlu menyadari bahwa kehadiran penyadaran kemanusiaan dalam hal tata kelola pertanian bukanlah pertama-tama persoalan teknis, tetapi bagaimana menyadarkan umat bersama masyarakat menemukan dan menata kembali pemanfaatan alam semesta yang berkeadilan sosial dan berkeutuhan ciptaan sehingga menjadi bermanfaat bagi peningkatan hidup manusia, yaitu terlepas dari kemiskinan, dan pada gilirannya mengembangkan kemampuan bertani dan pertanian yang berdaulat di tengah masyarakat.
Pastoral pertanian Gereja adalah bagian dari perwujudan iman dalam menyadarkan umat bersama masyarakat setempat untuk menghargai, menghormati dan memuliakan keutuhan ciptaan dengan menumbuhkan dan mengembangkan tindakan yang arif, cinta kasih dan berkeadilan terhadap manusia, tanah, air, dan makhluk hidup lainnya. Karena seluruh alam semesta adalah saudara dalam satu pencipta.
Untuk mendukung pemahaman seperti inilah, Taman Tani Lestari Sesawi - LPPS FLORES dihadirkan dengan sengaja.
Tulisan ini berjudul Bakti Untuk Ibu. Sebuah pemahaman tentang dunia pertanian, petani sebagai Ibu, yang melahirkan, menafkahi, mendidik dan menghidupkan anak-anaknya. Hal ini saya tulis juga dalam blog Gubuk Pastor Tani, tentang Pastoral Pertanian, yang saya kutip lagi di sini.
Latar Belakang : Pastoral Pertanian Gereja
Dunia pertanian, yang bagi masyarakat menyediakan hasil bumi yang dibutuhkan sebagai rezeki sehari-hari, sungguh penting sekali. Kerja bercocok tanam menghadapi kesukaran-kesukaran yang cukup berat, termasuk usaha fisik tiada hentinya dan kadang sungguh melelahkan, lagipula kurang dihargai dari pihak masyarakat, sehingga menyebabkan kaum petani merasa diri tersisihkan dari masyarakat, dan mempercepat kendala perpindahan massal dari daerah pedesaan ke kota-kota dan yang patut disayangkan, menimbulkan kondisi-kondisi hidup yang justru makin kurang manusiawi. Di negeri-negeri tertentu yang sedang berkembang jutaan penduduk terpaksa mengolah tanah milik orang lain, dan dihisap oleh tuan-tuan tanah yang besar, tanpa harapan sama sekali akan mendapat tanah sejengkalpun bagi diri mereka sendiri. Tidak ada bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi kaum buruh petani sendiri dan keluarga mereka bila sudah lanjut usia, sakit atau menganggur. Berhari-hari kerja keras fisik dibayar dengan upah yang sangat menyedihkan. Jadi perlulah menyiarkan dan memajukan martabat kerja, semua kerja tetapi khususnya kerja bercocok tanam. Sebab di situlah manusia dengan begitu jelas mengelola bumi yang diterimanya sebagai karunia Allah dan menegaskan kedaulatannya dalam dunia yang kelihatan (Laboren Exercens art 21).
Dalam dunia pertanian manusia menanam dan menyiram tanaman, namun Allahlah yang memberikan pertumbuhan (1Kor. 3:7). Kehidupan di alam ini bergantung semata-mata pada kemurahan hati Allah. Dalam kemurahan-Nya Ia mengasihi semua orang dan alam semesta adalah bukti kemurahan hati-Nya. Gereja yang dipanggil untuk meneruskan kebaikan dan kasih Allah kepada umat manusia sadar bahwa menyelamatkan umat manusia dari kehancuran bumi adalah pelaksanaan perintah cintakasih (Bdk. Yohanes 13:34-35). Dalam ensikliknya yang pertama, Redemptor Hominis (Art.15 dan 16) Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan adalah bagian hakiki dari Ajaran Sosial Gereja. Nota Pastoral KWI 2005, SAGKI 2005 dan APP 2008 mendorong seluruh umat dan semua pihak untuk menghadapi masalah lingkungan hidup dengan tindakan nyata. Kepedulian Gereja tidak terbatas pada himbauan dan arahan, tetapi juga dalam tindakan nyata dari Gereja setempat. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kekcemasan para murid Kristus juga” (GS. art.1). Oleh karena itu, kehadiran Gereja ditengah-tengah umat manusia yang menderita ketidakadilan dan ancaman terhadap keutuhan ciptaan menjadi sangat nyata.
Gereja perlu menyadari bahwa kehadiran penyadaran kemanusiaan dalam hal tata kelola pertanian bukanlah pertama-tama persoalan teknis, tetapi bagaimana menyadarkan umat bersama masyarakat menemukan dan menata kembali pemanfaatan alam semesta yang berkeadilan sosial dan berkeutuhan ciptaan sehingga menjadi bermanfaat bagi peningkatan hidup manusia, yaitu terlepas dari kemiskinan, dan pada gilirannya mengembangkan kemampuan bertani dan pertanian yang berdaulat di tengah masyarakat.
Pastoral pertanian Gereja adalah bagian dari perwujudan iman dalam menyadarkan umat bersama masyarakat setempat untuk menghargai, menghormati dan memuliakan keutuhan ciptaan dengan menumbuhkan dan mengembangkan tindakan yang arif, cinta kasih dan berkeadilan terhadap manusia, tanah, air, dan makhluk hidup lainnya. Karena seluruh alam semesta adalah saudara dalam satu pencipta.
Untuk mendukung pemahaman seperti inilah, Taman Tani Lestari Sesawi - LPPS FLORES dihadirkan dengan sengaja.
Copyright © Ledalero, 22 Juli 2011, by Ansel Meo SVD
No comments:
Post a Comment